Optimis Pemilu 2029 "Bersih" tanpa Politik Uang Jika...
|
"Kebanggaan terbesar bukanlah pada tidak pernah jatuh, tetapi pada bangkit setiap kali kita jatuh." — Konfusius.
Ketika berbicara tentang Pemilu, salah satu tantangan terberat Indonesia adalah praktik politik uang.
Pada Pemilu 2024, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, mencatat ada 35% responden yang menentukan pilihannya karena uang, angka ini meningkat dari Pemilu 2019 yang hanya 28%, yang lebih mengkhawatirkan, persepsi masyarakat bahwa politik uang adalah hal yang tidak wajar justru menurun, dari 67% pada 2019 menjadi 49,6% pada 2024.
Lantas, mungkinkah impian untuk menyelenggarakan Pemilu 2029 yang benar-benar bersih kita wujudkan? Jawabannya: mungkin saja, asalkan kita memenuhi beberapa syarat kunci.
● Jika Transparansi Menjadi Jiwa Setiap Tahapan
Salah satu fondasi utama pemilu bersih adalah transparansi. Publik memiliki hak fundamental untuk mengetahui identitas calon pemimpin mereka. Bambang Eka Cahya Widodo, Pakar Tata Kelola Pemilu UMY, mengkritik kebijakan KPU yang menetapkan dokumen pencalonan presiden dan wakil presiden sebagai informasi yang dikecualikan untuk 2029 walaupun kebijakan itu telah dicabut beberapa hari kemudian.
"We are not to be like a cat in the sack. Society must know who this candidate is, what their background is," tegas Bambang, menekankan bahwa untuk jabatan setingkat presiden, keterbukaan rekam jejak, ijazah, dan riwayat hukum adalah sebuah keharusan.
Tanpa transparansi ini, ruang bagi mantan koruptor atau orang dengan rekam jejak bermasalah untuk lolos kembali menjadi calon pejabat publik akan semakin terbuka.
● Jika Pemilih Muda Menjadi Garda Terdepan Penolakan Politik Uang
Pemilu 2029 mendatang, pemilih muda (usia 17-50 tahun) diperkirakan akan mencakup 73% dari total pemilih. Kelompok inilah yang seharusnya menjadi ujung tombak gerakan anti politik uang.
Sebagai generasi yang lebih melek teknologi dan informasi, pemilih muda potensial untuk lebih kritis dan mandiri dalam menentukan pilihan. Mereka tidak mudah dirayu dengan iming-iming sesaat, tetapi lebih tertarik pada ide dan gagasan yang konkret.
Kampanye melalui media sosial yang berisi edukasi bahaya politik uang harus masif dilakukan untuk memberdayakan kelompok ini.
● Jika Seluruh Elemen Bangsa Bergerak Secara Kolektif
Pemberantasan politik uang bukanlah tugas KPU atau Bawaslu saja. Ini adalah tanggung jawab kolektif seluruh anak bangsa. Mulai dari kaum terpelajar, ormas, media massa, hingga masyarakat awam.
Peneliti Riko Noviantoro mengingatkan bahwa politik uang modern tidak hanya menyasar konstituen, tetapi juga berpotensi melibatkan aparatur penyelenggara itu sendiri, yang membuat kasusnya menjadi lebih rumit dan sulit terungkap. Oleh karena itu, pengawasan yang melibatkan semua pihak mutlak diperlukan.
● Langkah-Langkah Nyata yang Bisa Diambil:
1. Edukasi Berkelanjutan: Sosialisasi tentang dampak jangka panjang politik uang terhadap kualitas pemerintahan dan kesejahteraan harus dilakukan secara terus-menerus, bukan hanya mendekati pemilu.
2. Penguatan Kelembagaan: Bawaslu perlu didukung untuk meningkatkan kapasitasnya dan aturan yang tegas serta jelas dalam membuktikan berbagai pelanggaran pemilu dan pemilihan.
Contohnya saja, untuk pembuktian pelanggaran yang bersifat Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) saat ini masih menghadapi tantangan pembuktian yang sangat tinggi.
3. Peran Aktif Masyarakat: Masyarakat harus berani melaporkan setiap praktik politik uang yang ditemui, baik melalui posko pengaduan di tingkat kelurahan maupun saluran formal lainnya. Seperti kata Dosen FISIP UI Aditya Perdana, dengan mengetahui latar belakang calon, pemilih memiliki kemandirian untuk menolak iming-iming uang.
● Jika Sistem Pemilu yang Baru Dimanfaatkan dengan Baik
Mahkamah Konstitusi telah memutuskan untuk memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah mulai 2029. Pemilu legislatif dan presiden akan digelar terlebih dahulu, kemudian disusul pemilu DPRD dan pilkada dalam jeda 2 hingga 2,5 tahun setelahnya .
Keputusan ini, meskipun kontroversial, bisa menjadi peluang untuk mengurangi kejenuhan pemilih dan memungkinkan fokus yang lebih mendalam pada isu-isu daerah dalam pilkada, tanpa terganggu oleh gegap gempita isu nasional.
Dengan waktu yang tidak berimpitan, penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu juga dapat bekerja dengan lebih optimal dan fokus, sehingga kualitas pengawasan meningkat .
● Sebuah Harapan untuk 2029
"The best way to predict the future is to create it." — Abraham Lincoln.
Pemilu 2029 yang bersih tanpa politik uang bukanlah mimpi yang mustahil. Itu adalah masa depan yang harus kita ciptakan bersama.
Dimulai dari transparansi calon, pemberdayaan pemilih muda, hingga gotong royong seluruh elemen bangsa. Tantangannya memang besar, tetapi seperti kata Konfusius, kebanggaan kita terletak pada kemampuan untuk bangkit dan memperbaiki diri.
Mari kita wujudkan dengan memulai dari diri sendiri: berkomitmen untuk mempelajari rekam jejak calon, menolak segala bentuk pemberian yang mengikat, dan mengutamakan program kerja ketimbang uang saat menentukan pilihan.
Dengan demikian, pesta demokrasi kita bukan hanya tentang perebutan kekuasaan, tetapi benar-benar menjadi jalan untuk menciptakan Indonesia yang lebih adil dan sejahtera.
Ditulis oleh Muhammad Taupik Rahman (Komisoner Bawaslu Kab. Hulu Sungai Tengah/Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas)